Baru-baru ini dikabarkan seorang wanita Mesir diserang oleh sekelompok pria di Alexandria. Kejadian itu sempat terekam kamera dan di-posting di internet. Dari video itu terlihat si korban sempat diangkat ke atas bahu para pria itu dan diseret di tanah. Karena teriakan sekelompok pria itu, jeritan sang gadis tak terdengar sama sekali.
Kasus ini bisa dibilang sebagai yang paling ekstrem tapi sejumlah survei mengungkapkan bahwa banyak wanita Mesir yang harus menghadapi beberapa bentuk pelecehan seksual setiap harinya.
Marwa (bukan nama sebenarnya) mengaku khawatir diraba-raba atau dilecehkan secara verbal kapanpun dia berkunjung ke kota. Menurutnya hal itu membuatnya takut.
"Ketika saya bepergian dan berjalan kaki lalu ada seseorang yang mengganggu atau melecehkan saya maka itu membuat saya ketakutan. Hal ini membuat saya enggan keluar rumah. Bahkan saya mencoba sekuat tenaga untuk berhati-hati dengan cara berpakaian saya sehingga saya menghindari menggunakan sesuatu yang dapat menarik perhatian orang," akunya.
Namun menurut Dina Farid dari kelompok kampanye Girls are a Red Line, berpakaian tertutup bukan lagi satu cara untuk melindungi diri para gadis ini. Bahkan wanita yang menggunakan kerudung yang menutupi seluruh wajahnya atau niqab tetap menjadi target pelecehan.
"Cara berpakaian tak memberikan perbedaan apapun. Sebagian besar wanita Mesir berjilbab tapi banyak dari mereka yang mengalami pelecehan seksual. Statistiknya pun mengungkapkan bahwa sebagian besar wanita atau gadis yang pernah mengalami pelecehan seksual justru mengenakan jilbab atau tertutup sepenuhnya oleh niqab," ungkap Farid.
Parahnya, pada tahun 2008, sebuah studi yang dilakukan oleh Egyptian Center for Women's Rights menemukan bahwa lebih dari 80 persen wanita Mesir telah mengalami pelecehan seksual dan sebagian besar korbannya adalah wanita muslim yang berjilbab.
Menurut Said Sadek, sosiolog dari American University di Kairo, akar permasalahan ini telah menancap kuat dalam masyarakat Mesir yaitu percampuran antara apa yang Sadek sebut sebagai meningkatnya konservatisme Islam sejak tahun 1960-an dan perilaku patriarki yang telah lama dipegang teguh masyarakatnya.
"Fundamentalisme keagamaan meningkat tajam dan mereka mulai menargetkannya pada para wanita. Mereka ingin para wanita diam di rumah saja dan tak bekerja. Kultur patriarki sendiri tak menerima fakta bahwa status wanita itu bisa lebih tinggi daripada pria karena sejumlah wanita mengenyam pendidikan dan akhirnya bekerja jadi mereka pikir satu-satunya cara untuk menyamakan status adalah memaksa wanita berada dalam situasi seksual dimanapun mereka berada," terang Sadek seperti dilansir dari BBC, Rabu (5/9/2012).
Sadek dan sejumlah kelompok kampanye wanita juga menyalahkan apa yang mereka sebut sebagai kurangnya penegakan keamanan di Mesir. Padahal seharusnya kepolisian berbuat lebih banyak untuk menegakkan hukum yang melindungi wanita dari pelecehan seksual.
Pelaku pelecehannya pun bukan orang dewasa, tapi kebanyakan adalah remaja. Seorang remaja pria yang tinggal di pusat kota Kairo mengatakan pelecehan seksual semacam ini hanya terjadi karena kesalahan si korban sendiri.
"Jika para gadis berpakaian dengan benar, takkan ada seorang pun yang berani menyentuhnya. Cara berpakaian gadis itulah yang membuat para pria mendatanginya. Gadis-gadis ini sendiri yang menginginkannya, bahkan wanita ber-niqab sekalipun," kata remaja pria itu.
0 komentar:
Posting Komentar