Penampilannya yang santun dan anggun dengan senyum yang selalu mengembang dari bibirnya membuat orang lain merasa tenang bila berada di dekatnya. Tapi anda jangan macam-macam dengannya, bisa-bisa anda dihajar oleh perempuan cantik yang satu ini. Sebab ia merupakan mantap petinju profesional yang sangat ditakuti lawannya. Itulah Chika Nakamura.
Bila melihat sekilas, siapa yang bisa menduga kalau
perempuan berwajah oriental ini sejatinya adalah seorang atlet tinju
profesional di negeri Paman Sam.
Chika Nakamura, demikian nama lengkap pemberian kedua orang tuanya. Ia bukanlah orang Amerika asli
ataupun Amerika keturunan.
Kedua orang tuanya adalah orang Jepang asli.
Ia lahir dan tumbuh hingga remaja di Nara, Jepang. Tiga belas tahun yang lalu,
dia memutuskan pindah ke Amerika
Serikat untuk mengejar kariernya sebagai petinju. Saat itu, usianya terbilang masih belia, 19 tahun.
Bagi kebanyakan kaum perempuan, tinju
bukanlah sebuah profesi yang menarik. Selain sarat dengan kekerasan, profesi
ini juga tidak cukup menjanjikan dari segi pendapatan. Saat ini, memang hanya
ada sedikit petinju wanita yang memiliki penghasilan tinggi, salah satunya
adalah Laila Ali, yang tak lain adalah putri petinju legendaris dunia, Muhammad
Ali.
Karena alasan itu pula, keluarga Chika di
Jepang tidak pernah memberikan dukungan kepada wanita bertubuh kekar itu untuk
menekuni karier di dunia tinju. Kendati tidak mendapat restu dari orang tuanya,
hal ini tidak menyurutkan langkah Chika untuk terus menekuni profesi ini.
Bahkan, dia menjadikan tinju sebagai sebuah
pekerjaan penuh waktu. Di saat sedang tidak ada tawaran bertanding, Chika
mengisi harinya dengan melatih para calon petinju wanita.
Karier di dunia tinju mulai ditekuni
Chika secara serius setelah bergabung dengan sasana tinju Gleason’s Boxing Gym
yang berada di Brooklyn, New York.
Sejak 2003, ia lalu mulai terjun ke dunia tinju profesional untuk kategori
kelas ringan.
Di dunia pukul-memukul itu, Chika pernah
menempati peringkat ke-10 petinju wanita dunia versi WIBA. Dengan rekor tanpa
terkalahkan dari lima kali tanding, pada 2007, ia memperoleh gelar New York
State Golden Gloves.
Di atas ring, perempuan kelahiran 32
tahun silam ini sangat ditakuti lawan-lawannya. Hal itu terlihat ketika pada 29
Juni 2007 silam, lawan Chika yang sedianya akan melakoni sebuah petarungan,
hari itu urung tampil di atas ring.
Menurut pihak panitia, petinju yang akan
menjadi lawan Chika tiba-tiba menyatakan mundur dari pertarungan itu pada menit
terakhir untuk alasan yang tidak diketahui. Kadang-kadang lawan akan
terintimidasi. Kadang-kadang mereka tidak serius dalam bisnis ini.
“Tinju memang begitu menakutkan karena
hasil yang diperoleh sangat sedikit dan kita mendapatkan pukulan bertubi-tubi.
Itu sebabnya mengapa saya berlatih dengan sangat keras dan selalu berusaha
tampil dalam keadaan prima,” ujar Chika.
Meski para rekannya sesama atlet tinju
kerap menghadiri pesta yang menyuguhkan minuman beralkohol, tidak demikian
dengan Chika. Kehidupannya di Amerika bisa dikatakan sebagai sebuah
pengorbanan.
“Saya hidup seperti layaknya seorang
biarawan. Saya tidak minum, tidak berpesta, dan tidak merokok. Sebaliknya, saya
mengonsumsi makanan sehat, pergi tidur tepat waktu, dan berlatih setiap hari.
Jadi, kapan pun ada pertandingan, mental saya selalu siap,” ungkapnya seperti
dikutip dari laman Women’s Sports Foundation.
Sejak memutuskan untuk pindah ke Amerika,
hubungan Chika dan orang tuanya di Jepang bisa dikatakan renggang. Mereka tidak
pernah saling menghubungi satu sama lain.
Untuk mengisi kekosongan peran kedua
orang tuanya, Chika telah menganggap sang pelatih Carlos Ortiz dan istrinya,
Maria, sebagai keluarga barunya. Dalam kehidupan tinjunya, Ortiz merupakan
orang kelima yang pernah melatih Chika.
Namun, bagi Chika, Ortiz adalah sosok
pelatih yang selama ini dicarinya. “Itu takdir. Saya sangat beruntung bisa
memiliki dia (sebagai pelatih). Dia seperti pahlawan bagi saya. Bukan Oscar De
La Hoya, bukan Mayweather, ataupun Muhammad Ali,” kata Chika.
0 komentar:
Posting Komentar